Nila Merah Semakin Bergairah

Majalah Trobos......Dalam sehari tak kurang dari 150 ton ikan nila merah masuk ke pasar Jakarta dan Bandung. Angka itu belum termasuk suplai untuk restoran-restoran di sepanjang jalur Puncak, Bogor. Pangsa pasarnya yang besar menyebabkan ikan dengan nama latin Oreochromis sp ini semakin digandrungi para pembudidaya. Tak hanya itu, bagi para mantan pembudidaya ikan mas kolam air deras di daerah Subang-Jawa Barat, nila merah dianggap sebagai ?dewa penolong?, lepas hancurnya kejayaan ikan mas akibat hantaman wabah KHV (Koi Herpes Virus). Pasca wabah, sebagian besar kolam air deras di Subang terbengkalai.
Para pemiliknya tak mau lagi memelihara ikan mas. Tapi kini lain cerita, budidaya di kolam-kolam itu telah bergairah kembali. Emma Dolly Raphen, Marketing Commercial Fish khusus ikan nila PT CP Prima menuturkan, dalam waktu 3 tahun pasca serangan KHV, sudah lebih dari 200 kolam air deras beroperasi kembali dengan budidaya ikan nila merah. Bisnis budidaya ini telah melibatkan tak kurang dari 40 orang pembudidaya. Imej Hampir Sama Gurame Penampilan fisiknya selintas mirip dengan ikan kakap merah. Menjadi sebab ia dipilih sebagai favorit para penikmat seafood, terutama di restoran-restoran elit kalangan menengah-atas.
Rasanya khas, membuat ia enak diolah dengan cara apapun. ?Imejnya sudah hampir sama dengan ikan gurame,? ujar Mamat Slamet, Deputy General Manager PT CP Prima. Satu yang menjadi kelebihan ikan nila merah jika dibandingkan dengan ikan gurame adalah harganya relatif lebih murah, sehingga lebih terjangkau oleh semua kalangan. Jadi tak heran, jika belakangan ikan yang mempunyai nama dagang tilapia ini juga semakin banyak ditawarkan di pasar-pasar swalayan. Di pasar-pasar modern itu, ikan nila merah biasa diperdagangkan dengan kisaran harga Rp 16.000 ? Rp 17.000 per kg, jauh di bawah harga ikan gurame yang lebih dari Rp 20.000/kg. Menurut Mamat, produktivitas ikan nila merah ini juga lebih tinggi dari ikan gurame, waktu pemeliharaannya jauh lebih singkat.
Selain itu, budidaya ikan nila merah ini juga relatif lebih aman, karena hampir tak ada penyakit yang dapat berujung pada kematian masal. Kolam Air Deras Lebih Unggul Sebenarnya, selain di kolam air deras, ikan jenis ini dibudidayakan juga di waduk-waduk. Tapi, menurut keterangan Emma, ikan nila merah yang dibudidayakan di kolam air deras memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dengan ikan nila merah hasil budidaya di waduk atau kolam tergenang. ?Ukurannya lebih besar, daging lebih kenyal dan enggak bau lumpur,? jelas Emma. Karena kelebihannya tersebut, ikan nila merah asal Subang ini lebih banyak merambah pasar-pasar swalayan dan restoran-restoran di Jakarta dan Bandung. ?Biasanya dikirim dalam keadaan hidup,? imbuh Emma. Soal harga, Mamat mengakui, ikan nila merah asal kolam air deras masih lebih mahal dibandingkan ikan nila merah asal waduk. ?Beda harga bisa sampai 15%,? ujar Mamat sambil menyebut harga nila merah kolam air deras di level pembudidaya saat ini mencapai Rp 11.000/kg. Ini karena ikan-ikan nila merah asal waduk dibudidayakan pada jaring lapis kedua (jaring kolor) yang tidak diberi pakan secara intensif, sehingga biaya produksinya rendah. Tetapi meski mahal, karena kelebihannya, ikan nila merah asal kolam air deras tetap diminati para penggemar ikan. Permintaan Ekspor Terus Meningkat Tak hanya laku di pasar lokal, permintaan ikan nila merah ini juga terus meningkat di pasar internasional, terutama pasar Amerika dan Uni Eropa (UE). Menurut Aries Madethen, Regional-Technical Marketing Manager PT Schering Plough, warna daging yang putih menjadi nilai lebih dari ikan nila merah. Pasalnya, kebanyakan orang kulit putih lebih menyukai jenis ikan yang mempunyai daging berwarna putih dari pada daging yang berwarna merah. ?Sebenarnya ini hanya masalah selera, tetapi ini bisa kita manfaatkan. Vietnam sudah memanfaatkannya dengan mengekspor patin jambal (berdaging putih) ke Amerika?. Menurut Iskandar Ismanadji, Direktur Produksi Ditjen Perikanan Budidaya-DKP, tampilan fisik ikan nila merah yang mirip ikan kakap merah juga menjadi nilai lebih untuk merambah ke pasar ekspor. Keadaan semakin menguntungkan dengan terus menurunnya hasil tangkapan ikan kakap merah. ?Makanya pamor nila merah juga semakin naik,? ujar Iskandar. Tak heran, jika serapan nila merah baik lokal maupun mancanegara terus meningkat. Berdasarkan data yang dirilis oleh National Marine Fisheries Service, selama 2006, Amerika telah mengimpor 60.772 ton ikan nila yang didatangkan dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Nila yang masuk ke Amerika ini sebagian besar berupa fillet beku. Iskandar memprediksi, permintaan pasar Amerika terhadap ikan nila ini akan terus meningkat tiap tahunnya. Sementara di pasar UE, tak kurang dari 10.000 ton ikan nila terserap tiap tahun. Harga ikan nila merah ini pun cukup menjanjikan bagi para eksportir. Menurut Aries, harga 1 kg fillet nila merah di pasar Amerika bisa mencapai US$ 4,5. Harga bisa bertambah 30-40%, jika para eksportir bisa menjual produknya ke pasar UE. ?Harga di pasar UE memang lebih bagus, tetapi permintaanya tak sekuat pasar Amerika,? tandas Aries. Ekspor Terbesar dari Toba Saat ini, pengekspor nila terbesar asal Indonesia adalah PT Aquafarm Nusantara, yang menjalankan bisnisnya di Danau Toba, Sumatra Utara. Menurut keterangan Yoseph Siswanto, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut, sepanjang 2006, PT Aquafarm telah mengekspor tak kurang dari 24.000 ton ikan nila ke berbagai negara, terutama Amerika dan UE. Menurut Yoseph, saat ini PT Aquafarm telah memiliki 1.780 keramba jaring apung (KJA) dengan produksi di 2006 mencapai 19.200 ton. ?Kekurangannya mereka mengambil dari KJA yang dikelola masyarakat,? ujarnya lewat ponsel. Sayangnya, pihak Aquafarm enggan merespon saat TROBOS mencoba meminta keterangan melalui Freek Huskens, pimpinan di perusahaan tersebut. Sebagai salah satu sentra penghasil ikan nila, menurut Yoseph, di danau Toba telah beroperasi 5.232 KJA dengan besaran produksi 2006 mencapai 44.759 ton dengan nilai Rp 450 miliar. Sementara itu, pangsa pasar ikan nila merah di pasar internasional juga hampir dirasakan para pembudidaya kolam air deras di Subang. Sayang, penawaran harga yang ditawarkan oleh pihak cold storage (selaku eksportir) masih jauh dari harapan. ?Pihak cold storage hanya berani membeli dengan harga Rp 9.500/kg. Padahal itu baru angka BEP, jadi terpaksa dibatalkan,? Emma menjelaskan. Selengkapnya Silahkan Baca Majalah TROBOS edisi 101/Februari 2008 Bookmark and Share

Belajar dari Sejarah dan Pengalaman Pahit

“ A lesson is repeated until learned. – Pembelajaran akan terus berlangsung sampai kita dapat memetik hikmahnya.” Anonym Setiap saat dan s...

Followers